Abu Nawas dan Orang-Orang Kanibal
Saat itu Abu Nawas baru
saja pulang dari istana setelah dipanggil Baginda. Ia tidak langsung
pulang ke rumah melainkan berjalan-jalan lebih dahulu ke perkampungan
orang-orang badui. Ini memang sudah menjadi kebiasaan Abu Nawas yang
suka mempelajari adat istiadat orang-orang badui.
Pada suatu perkampungan,
Abu Nawas sempat melihat sebuah rumah besar yang dari luar terdengar
suara hingar bingar seperti suara kerumunan puluhan orang. Abu tertarik,
ingin melihat untuk apa orang-orang badui berkumpul di sana, ternyata
di rumah besar itu adalah tempat orang badui menjual bubur haris yaitu
bubur khas makanan para petani. Tapi Abu Nawas tidak segera masuk ke
rumah besar itu, merasa lelah dan ingin beristirahat maka ia terus
berjalan ke arah pinggiran desa. Abu Nawas beristirahat di bawah
sebatang pohon rindang. Ia merasa hawa di situ amat sejuk dan segar
sehingga tidak berapa lama kemudian mengantuk dan tertidur di bawah
pohon.
Abu Nawas tak tahu berapa lama ia tertidur, tahu-tahu ia merasa dilempar ke atas lantai tanah. Brak! iapun tergagap bangun.
"Kurang ajar! Siapa yang
melemparku ?" tanyanya heran sembari menengok kanan kiri. Ternyata ia
berada di sebuah ruangan pengap berjeruji besi. Seperti penjara.
"Hai keluarkan aku! Kenapa aku dipenjara di sini...!"
Tidak berapa lama
kemudian muncul saorang badui bertubuh besar. Abu Nawas memperhatikan
dengan seksama, ia ingat orang inilah yang menjual bubur haris di rumah
besar di tengah desa.
"Jangan teriak-teriak, cepat makan ini !" kata orang sembari menyodorkan piring ke lubang ruangan. Abu Nawas tidak segera makan.
"Mengapa aku dipenjara?"
"Kau akan kami sembelih dan akan kami jadikan campuran bubur haris."
"Hah? Jadi yang kau jual di tengah desa itu bubur manusia?"
"Tepat... itulah makanan favorit kesukaan kami."
"Kami... ? Jadi kalian sekampung suka makan daging manusia?"
"Iya, termasuk dagingmu, sebab besok pagi kau akan kami sembelih!"
"Sejak kapan kalian makan daging manusia?"
"Oh ...sejak lama... setidaknya sebulan sekali kami makan daging manusia."
"Dari mana saja kalian dapatkan daging manusia?"
"Kami tidak mencari ke
mana-mana, hanya setiap kali ada orang masuk atau lewat di desa kami
pasti kami tangkap dan akhirnya kami sembelih untuk dijadikan bubur."
Abu Nawas diam sejenak.
Ia berpikir keras bagaimana caranya bisa meloloskankan diri dari bahaya
maut ini. Ia merasa heran, kenapa Baginda tidak mengetahui bahwa di
wilayah kekuasaannya ada, kanibalisme, ada manusia makan manusia.
"Barangkali para menteri
hanya melaporkan hal yang baik-baik saja. Mereka tidak mau bekerja
keras untuk memeriksa keadaan penduduk." pikir Abu Nawas.
"Baginda harus
mengetahui hal seperti ini secara langsung, kalau perlu...!" Setelah
memberi makan berupa bubur badui itu meninggalkan Abu Nawas.
Abu Nawas tentu saja tak
berani makan bubur itu jangan-jangan bubur manusia. Ia menahan lapar
semalaman tak tidur, tubuhnya yang kurus makin nampak kurus. Esok
harinya badui itu datang lagi.
"Bersiaplah sebentar
lagi kau akan mati." Abu Nawas berkata, "Tubuhku ini kurus, kalaupun kau
sembelih kau tidak akan memperoleh daging yang banyak. Kalau kau setuju
nanti sore akan kubawakan temanku yang bertubuh gemuk. Dagingnya bisa
kalian makan selama lima hari."
"Benarkah?"
"Aku tidak pernah
bohong!" Orang badui itu diam sejenak, ia menatap tajam ke arah Abu
Nawas. Entah kenapa akhirnya orang badui itu mempercayai dan melepaskan
Abu Nawas.
Abu Nawas langsung pergi ke istana menghadap Baginda. Setelah berbasa-basi maka Baginda bertanya kepada Abu Nawas.
"Ada apa Abu Nawas? Kau datang tanpa kupanggi!?"
"Ampun Tuanku, hamba baru saja pulang dari suatu desa yang aneh."
"Desa aneh, apa keanehannya?"
"Di desa tersebut ada
orarig menjual bubur haris yang khas dan sangat lezat. Di samping itu
hawa di desa itu benar-benar sejuk dan segar."
"Aku ingin berkunjung ke desa itu, Pengawal! Siapkan pasukan!"
"Ampun Tuanku, jangan membawa – bawa pengawal. Tuanku harus menyamar jadi orang biasa."
"Tapi ini demi keselamatanku sebagai seorang raja."
"Ampun Tuanku, jika
bawa-bawa tentara maka orang sedesa akan ketakukan dan Tuanku takkan
dapat melihat orang menjual bubur khas itu."
"Baiklah, kapan kita berangkat?"
"Sekarang juga Tuanku, supaya nanti sore kita sudah datang di perkampungan itu."
Demikianlah, Baginda
dengan menyamar sebagai orang biasa mengikuti Abu Nawas ke perkampungan
orang-orang badui kanibal. Abu Nawas mengajak Baginda masuk ke rumah
besar tempat orang-orang makan bubur. Di sana mereka membeli bubur.
Baginda memakan bubur itu dengan lahapnya.
"Betul katamu, bubur ini memang lezat!" kata. Baginda setelah makan.
"Kenapa buburmu tidak kau makan Abu Nawas."
"Hamba masih kenyang,"
kata Abu Nawas sambil melirik dan berkedip ke arah penjual bubur.
Setelah makan, Baginda diajak ke tempat pohon rindang yang hawanya
sejuk.
"Betul juga katamu, di sini hawanya memang sejuk dan segar... ahhhhh... aku kok mengantuk sekali." kata Baginda.
"Tunggu Tuanku, jangan tidur dulu... hamba pamit mau buang air kecil di semak belukar sana."
"Baik, pergilah Abu
Nawas!" Baru saja Abu Nawas melangkah pergi, Baginda sudah tertidur,
tapi ia segera terbangun lagi ketika mendengar suara bentakan keras.
"Hai orang gendut! Cepat
bangun ! Atau kau kami sembelih di tempat ini!" ternyata badui penjual
bubur sudah berada di belakang Baginda dan menghunus pedang di arahkan
ke leher Baginda.
"Apa-apaan ini!" protes Baginda. "Jangan banyak cakap! Cepat jalan!"
Baginda mengikuti perintah orang badui itu dan akhirnya dimasukkan ke dalam penjara.
"Mengapa aku di penjara?"
"Besok kau akan kami
sembelih, dagingmu kami campur dengan tepung gandum dan jadilah bubur
haris yang terkenal lezat. Hahahahaha...!"
"Astaga... jadi yang kumakan tadi...?"
"Betul... kau telah memakan bubur kami, bubur manusia."
"Hoekkkkk.... !" Baginda mau muntah tapi tak bisa.
"Sekarang tidurlah, berdoalah, sebab besok kau akan mati."
"Tunggu..."
"Mau apa lagi?"
"Berapa penghasilanmu sehari dari menjual bubur itu?"
"Lima puluh dirham!"
"Cuma segitu?"
"Iya!"
"Aku bisa memberimu lima ratus dirham hanya dengan menjual topi."
"Ah, masak?"
"Sekarang berikan aku
bahan kain untuk membuat topi. Besok pagi boleh kau coba menjual topi
buatanku itu ke pasar. Hasilya boleh kau miliki semua!"
Badui itu ragu, ia
berbalik melangkah pergi. Tak lama kemudian kembali lagi dengan
bahan-bahan untuk membuat topi. Esok paginya Baginda menyerahkan sebuah
topi yang bagus kepada si badui.Baginda berpesan,
"Juallah topi ini kepada menteri Farhan di istana Bagdad."
Badui itu menuruti saran
Baginda. Menteri Farhan terkejut saat melihat seorang badui datang
menemuinya. "Mau apa kau?" tanya Farhan.
"Menjual topi ini..."
Farhan melirik, topi itu memang bagus. Ia mencoba memeriksanya dan
alangkah terkejutnya ketika melihat hiasan berupa huruf-huruf yang
maknanya adalah surat dari Baginda yang ditujukan kepada dirinya.
"Berapa harga topi ini?"
"Lima ratus dirham tak boleh kurang!"
"Baik aku beli!"
Badui itu langsung
pulang dengan wajah ceria. Sama sekali ia tidak tahu jika Farhan telah
mengutus seorang prajurit untuk mengikuti langkahnya. Siangnya prajurit
itu datang lagi ke istana dengan melaporkan lokasi perkampungan si
penjual bubur. Farhan cepat bertidak sesuai pesan di surat Baginda.
Seribu orang tentara bersenjata lengkap dibawa ke perkampungan. Semua
orang badui di kampung itu ditangkapi sementara Baginda berhasil
diselamatkan.
"Untung kau bertindak cepat, terlambat sedikit saja aku sudah jadi bubur!" kata Baginda kepada Farhan.
"Semua ini gara-gara Abu
Nawasl" kata Farhan. "Benar! Tapi juga salahmu! Kau tak pernah
memeriksa perkampungan ini bahwa penghuninya adalah orang-orang
kanibal!"
"Bagaimanapun Abu Nawas harus dihukum!"
"Ya, itu pasti!"
"Hukuman mati!" sahut Farhan.
"Hukuman mati? Ya, kita coba apakah dia bisa meloloskan diri?" sahut Baginda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar